Tak pernah terbayangkan sebelumnya akan seperti apa kehidupan dan suasana di rumah sakit jiwa. Pertama kali masuk berdinas, masih takut dan tidak berani bersentuhan atau bahkan berbicara dari jarak dekat dengan klien. Paling dekat hanya 1 meter saja, dan dibalik jeruji besi jendela.
Tidak semua pasien rumah sakit jiwa dapat dibebaskan begitu saja. Banyak dari mereka yang terobsesi ingin kabur dengan kondisi yang masih buruk dan kooperatif. Alhasil, habis makan pagi selalu saja masuk lagi kekekamar dan dikunci. Jika ingin berkomunikasi, tentu lewat jendela besi saja, dan tentunya kamar mandi berada didalam ruangan agar klien tetap lancar dalam proses toileting.
Diagnosa yang sering ditemukan di rumah sakit jiwa mulai dari halusinasi pendengaran, penglihatan, perabaan. Ada juga waham kebesaran, waham nihilistik, waham unik lainnya. Diagnosa perilaku kekerasan, suka memukul jika kambuh, bagi klien awal tentunya dirantai menghindari terjadinya kegaduhan diruangan.
Hari hari berlalu, sudah bisa terbiasa. Saya menyaksikan mereka dimandikan ramai-ramai. Mandi pagi, makan siang, bersih-bersih menjadi kegiatan yang rutun setiap hari, bahkan bertahun tahun. Tak sedikit juga klien berulang, sudah masuk, pulang, dan masuk lagi.
Hampir semua dari klien dirumah sakit jiwa juga memiliki diagnosa kurang perawatan diri. Menjadi malas mandi, bahkan banyak klien dengan toileting yang berantakan sehingga ruangan menjadi cukup bau menyengat, dan pesing. Hal hal ini juga tentunya menjadi sebuah kebiasaan yang terjadi.
Sedih, ketika setengah dari ratusan klien rumah sakit jiwa jarang mendapatkan kunjungan keluarga. Diabaikan. Ditinggalkan. Dilupakan. Tak sedikit juga yang suka memanggil dan berkata "suster.. suster.. keluarga saya kapan datang?" Dan kami juga bingung harus berkata apa. Naluri ini juga tak sanggup mengabaikan terlalu lama.
Sedih, ketika pasien yang sudah kooperatif dan seharusnya pulang menjadi tinggal dan membantu para tenaga kesehatan yang ada dirumah sakit jiwa. Kemampuan mereka yang sudah baikan menjadi terabaikan. Sampai dilingkungan sekitar yang ada hanya penolakan. Pengejekan. Pembullyan. Tekanan batin yang menjadi jadi membuat klien mengalami kekambuhan, atau bahkan kekecewaan dan memilih balik tinggal seterusnya dirumah sakit jiwa. Paradigma kita sungguh kejam. Seharusnya kita ubah total hal itu.
Banyak cerita tentang kisah kisah rumah sakit jiwa yang belum terceritakan. Petikan petikan nilai dan moral kehidupan hanya menjadi benih tertanam secara personal. Karena hasil dari olahan pikiran manusia berbeda beda. Hanya saja saya sungguh tak menduga. Rumah sakit jiwa, begini adanya.
0 comments: